EKSITENSI KEDATUAN/KERAJAAN LUWU DARI MASA KE MASA

Dalam Kitab Nagara Kertagama karya Mpu Prapanca yang ditulis pada tahun 1365, eksistensi Kedatuan Luwu sudah diuraikan dengan cukup jelas.

Berbagai sumber menjelaskan bahwa cikal bakal Kedatuan Luwu bermula di Wotu. Wotu sendiri yang dikenal saat ini, yang secara administratif berada di wilayah Luwu Timur, ujung utara Teluk Bone, bukanlah Wotu yang disebut sebagai asal muasal Kedautuan Luwu, karena Wotu yang dikenal sekarang merupakan Wotu periode kedua pasca runtuhnya Kedatuan Luwu Ware pertama yang berakhir pada sekitar abad XIII.

Rumah Kediaman Pembesar Istana Kerajaan Luwu sekitar tahun 1900 

Wotu yang dipercaya merupakan induk semang lahirnya Kedatuan Luwu berada di Ussu di kaki Gunung Lampenai. Tempat inilah yang dipercayai dan disebut MulatauE ( mulaitoe ) = permulaan manusia. Sebagaimana dipercaya banyak pihak, di sinilah Batara Guru mengajarkan cara-cara bercocok tanam dan oleh karenanya orang – orang Wotu menyebut tempat ini Bilassa Lamoa ( Kebun Dewata ).
Pusat Kerajaan Luwu ( Kotaraja/Ware) yang pertama terletak di Ussu yang diyakini sebagai tempat pertama kali Batara Guru turun dan mendirikan istana. 

Ware Ussu diperkirakan berdiri sekitar abad ke X hingga abad ke XIII. Periode Kedua pada awal abad ke XIV pusat kerajaan Luwu dipindahkan oleh Datu Luwu Anakaji, ke Mancapai, dekat Lelewawu, disebelah selatan Danau Towuti yang sekarang, secara administratif masuk wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada priode Ketiga pusat Kerajaan Luwu sekitar abad ke XV, dipindahkan oleh Datu Luwu Dewaraja ke Kamanre, ditepi sungai Noling.

Strategi perpindahan Ware dilakukan dengan maksud memperluas kerajaan ke sebelah selatan. Upaya ini kemudian ditentang oleh kerajaan Bone dan akibatnya Kedatuan Luwu kehilangan wilayah Cenrana, Wage dan Laletonro. Pada periode keempat pusat kerajaan Luwu pada sekitar abad ke XVI Ware dipindahkan ke Pao – Pattimang Malangke. Pada periode inilah Dato Pattimang mengenalkan Islam di Luwu.

Pada saat Ware perpusat di Pao telah terjadi peristiwa perebutan tahta yang menimbulkan pertikaian antara putra mahkota Patiraja dan adiknya yang bernama Patipasaung. Perang saudara tidak terhindarkan. Perang saudara ini kemudian diakhiri atas inisiatif Madika Bua, Madika Ponrang dan Makole Baebunta dengan mengembalikan kekuasaan kepada Datu Patipasaung. Pada Periode Kelima pusat kerajaan Luwu (Ware Kelima) dipusatkan di Palopo dan di sinilah Kotaraja Kedatuan Luwu yang terakhir.

Sejak awal eksistensi Kedatuan Luwu yang diyakini bermula di Wotu, struktur pemerintahan yang terorganisir sudah dikenal.Pemimpin / pemangku adatnya digelar Macoa Bawalipu. Dalam menjalankan pemerintahan adat, Macoa Bawalipu dibantu oleh dua orang Paramata, yakni Paramata Laiwonu dan Paramata Rompo.

Struktur pemerintahan adat di Wotu adalah sebagai berikut:

1. Macoa Bawalipu, Adalah gelar pemangku/pemimpin adat di Wotu.
2. Macoa Bentua, Penanggungjawab wilayah hadat / semacam menteri dalam negeri.
3. Macoa Mincara Oge, Penanggungjawab urusan ekonomi.
4. Macoa Palemba Oge, Penanggungjawab bidang pertahanan dan Luar negeri/hadat.
5. Oragi Bawalipu, Bertanggungjawab dalam urusan rumah tangga adat.
6. Oragi Datu, Mengurusi keperluan datu Luwu bila yang mulia hadir dalam rapat hadat.
7. Oragi Ala, Dipercayakan mengurus bidang kehutanan pertanian dan kelautan.
8. Anre Guru Ilitau, Mengurusi bidang kepemudaan, seni dan olah raga.
9. Anre Guru To Mengkeni, Dipercayakan mengurus pensiunan/mantan pejabat-pejabat adat yang berhenti secara terhormat.
10. Anre Guru Pawawa, Kepala bidang keagamaan dan sosial budaya.
11. Anre Guru Lara, Dipercayakan untuk urusan rumah tangga adat khususnya bila ada pertemuan adat.
12. Anre guru nanra, Staf bidang kesetaraan gender.
13. Anre Guru Tomadappe, Staf imigrasi/ mengurus para pendatang.
14. Angkuru, Staf bidang protokoler.
15. Paramata Lewonu, Staf khusus Macoa Bawalipu, untuk mengurus wilayah dari Wotu sampai Minna.
16. Paramata Rompo, Staf khusus Macoa Bawalipu, untuk mengurus wilayah dari Wotu sampai dengan Bada.
17. Tanggi, Bertanggungjawab untuk urusan hubungan dengan masyarakat umum.

Burhanuddin U. Paolai
_cp AHP

Komentar