MENGENAL LEBIH DALAM SOSOK SAWERIGADING, SANG PANGERAN SAKTI MANDERAGUNA DARI KERAJAAN LUWU

Sawerigading adalah tokoh utama dalam naskah Kitab I La Galigo. 
Meskipun bukan sebagai topik utama yang mengisi alur cerita dalam epos I La Galigo, tetapi Sawerigading lah awal dari segala penyebab terjadinya semua peristiwa dan kejadian dalam Kitab tersebut.

Ilustrasi

Berdasarkan silsilah menerangkan bahwa Sawerigading adalah cucu dari Batara Guru yang mempunyai nama asli La To Geq Langiq penguasa bumi. Sedangkan nenek Sawerigading berasal dari kerajaan Buriq Liu (Kerajaan Bawah Laut) We Nyili Timo.

Ketika Batara guru pertama kali turun ke bumi, ia Sawerigading telah ditempatkan di atas bambu kuning. Nah dari sinilah asal muasal nama Sawerigading, dimana terdiri dari dua kosa Kata yakni Sawe dan Ri Gading yang dimana Sawe artinya hidup dan Ri Gading yang artinya dari bambu kuning. Jadi arti Sawerigading, manusia dari bambu kuning. 

Kemudian Bataraguru mempunyai anak yang bernama Batara Lattuq yakni bapak Sawerigading yang selanjutnya menjadi cikal bakal Raja-raja di Bumi Luwu dan kerajaan di Sulawesi dalam cakupan lebih luas.

Nama-nama lain Sawerigading yang sering muncul dalam Epos La Galigo yakni, To Appanyompa (Orang yang disembah), La Maddukelleng, Langiq Paewang (sang penggoyah langit), Pamadeng Lette (Pemadam halilintar), Sawe Ri sompa (Keturunan Orang yang disembah), La Pura Eloq (Orang Yang tak terbantahkan kemauannya), La Datu Lolo (Raja Muda), La Oro Kelling (Orang Oro kelling), La Tenritappuq (orang yang tak terkalahkan)

Karena itu dalam diri Sawerigading memiliki darah murni sang dewata sebagai perpaduan antara Dewa Langit (Botting Langiq) dan Dewa bawah laut (Buriq Liu) yang ditempatkan di bumi sebagai penguasa. Karena anak dewa ini telah menjelma menjadi manusia maka seluruh kegiatannya dimuka bumi dilakukan dalam bentuk kehidupan manusia secara normal. Dengan demikian seorang tokoh Sawerigading mempunyai dua sifat yakni sifatnya sebagai anak dewa yang memiliki kemahakuasaan dan sifat kemanusiaannya yang nampak dalam aktifitas kesehariannya sebagai manusia.

Bagaimana Seorang anak dewa yang menghidupkan orang-orang yang yang telah mati setelah selesai berperang hanya dengan sesajen dan setuhan dari keris Sawerigading. 

Mendatangkan dan menghentikan amukan alam yang sangat ganas hanya dengan telunjuk Sawerigading, Sawerigading mampu berkomunikasi dengan binatang seperti halnya Sawerigading berkomunikasi dengan seekor burung yang bernama La Dunru yang menyuruhnya menyampaikan pesan ke We Tenriabeng untuk naik ke Botting Langiq untuk melaksanakan pernikahannya. Semua kejadian-kejadian tersebut membuktikan kebesaran dan kemahakuasaan Sawerigading dalam keturunan Dewa. Itulah sebabnya ia diberikan gelar Pamadeng Lette (Sang Pemadam Halilintar), Langiq Paewang (Sang Penggoyah Langit).

Karena Sawerigading telah menjelma sebagai manusia di bumi, maka ia tak lebih dari manusia-manusia lainnya yang berada di bumi yang dimana mempunyai kekurangan-kekuarangan sebagai manusia bumi. Bukti kemanusiaan Sawerigading ketika pada peperangan yang membuat sawerigading meminta bantuan kepada penguasa langit yang dimana Remmang ri langiq suami dari We Tenriabeng turun kebumi untuk membantu sawerigading untuk berperang saat Remmang ri langiq tiba di bumi, ia langsung memerintahkan Sawerigading untuk menyembah Remmang ri langiq sebanyak tiga kali sebagai bukti kemanusiaan sawerigading dengan pengakuan eksistensi ke dewaan Remmang ri langiq.

Sawerigading merupakan sosok manusia Wara (Tanah Luwu) yang mempunyai watak yang berdimensi ganda yakni cinta dan dendam, benci dan sayang, tegar dan cengeng, lembut dan kasar, halus dan keras sejauh mana sifat tersebut mengejawantan dari pribadi Sawerigading, bergantung dari rangsangan-rangsangan yang diterimanya dari luar ia tidak menerima kompromi hanya ada dua pilihan hitam atau putih.

Karena itu, gambaran tentang Sawerigading tidaklah sesempurna dengan tokoh-tokoh pangeran yang seperti kita dengar sebelumnya. Kadang-kadang ia sangatlah cengeng sampai menangis terisak-isak lalu ia ditergur oleh pengawalnya agar ia berhenti dan tegap menghadapi kenyataan hidup dengan tegar. Hal seperti ini dapat dilihat ketika cinta Sawerigading kepada adik kembarnya We Tenriabeng ditolak oleh dewan adat. Sawerigading juga memiliki sifat yang mudah tersinggung, emosianal, dan sering mengamuk sambil bembabi buta bila perasaan atau sirinya tanpa mempertimbangkan resikonya.

Namun sebagai seorang pangeran ia juga memiliki sifat kejantanan dan keperkasaan. Sebagai putra bangsawan, Sawerigading juga seorang tokoh yang besar dimana salah satu tanda kebesaran Sawerigading ia selalu menggunakan pakaian kebesaran raja yang semua terbuat dari emas, berupa Payung kebesaran yang terbuat dari emas, cincin emas yang semuanya turun dari langit yang dibawah oleh leluhurnya, dipinggangnya selalu melekat keris emas sebagai symbol keberanian dan kejantanan.

Ada 4 sifat yang melekat pada Diri Sawerigading yakni
1. Getteng (Teguh pendirian)
2. Warani (Berani)
3. Lempuq (Jujur)
4. Macca (Pintar)

Keteguhan Sawerigading dalam mempertahankan prinsipnya sangat lah kuat ini dilihat ketika berbagai cobaan dan godaan yang datang tidak menggetarkan semangatnya untuk tetap menggulung layar perahunya sebelum sampai di tujuannya. Godaan-godaan tersebut bukannya menyulutkan hati Sawerigading untuk pergi ke Tiongkok malahan cobaan-cobaan tersebutlah yang semakin membakar semangatnya untuk mencari negeri China (Tiongkok). Maka dari itu Sawerigading juga dipanggil dengan sebutan La Mampuara Elo (manusia yang tek terbantahkan). Untuk mempertahankan sifat Getteng (teguh pendirian) harus dibarengi sifat keberanian juga. 

Keberanian Sawerigading tertantang ketika Sewerigading dihadapkan oleh dua ancaman yakni ancaman dalam dirinya sendiri dan kekuatan yang berasal dari luar diri manusia ketika ia dihadapkan bujukan, rayuan dan sesuatu yang mempesona yang dapat menlonggarkan dan melepaskan prinsip hidupnya. Disini membutuhkan keberanian moral yang luar biasa ketika mempertahankan yang mana dianggap benar dan dianggapnya salah.

Keteguhan dan keberaniannya Sawerigading itu bukan saja terlihat dalam beberapa peristiwa kepada musuh-musuhnya, melainkan dalam hal mengungkapkan sejarah leluhurnya, perasaan hatinya, kebahagiaannya, maupun perasaan lain yang seharusnya di pendalam dalam hati. karena itu sifat teguh dan keberaniannyahanya dapat bila diiringi dengan kejujuran dalam bersikap, berbicara, maupun dalam bertindak.

Kejujuran yang dimaksudkan bukan saja jujur sesama manusia tetapi juga kepada diri sendiri dan kepada Dewa. Kejujuran Sawerigading terlihat saat Sawerigading berterus terang dan terbuka kepada pengawal-pengawalnya dan musuh-musuhnya. Kejujuran yang paling dramatis dalam kisah Sawerigading dalam epos I La Galigo yakni ketika Sawerigading tidak berdaya melawan perasaan cintanya kepada saudara kembarnya yakni We Tenriabeng. Sawerigading harus mengungkapkannya walaupun ia mengetahui resikonya sangatlah berat.

Peran Sawerigading sebagai tokoh magis terlihat saat para pasukan Sawerigading kewalahan menghadapi pasukan-pasukan La Tenrinyiwiq, Sawerigading tumpuan terakhir dari mereka agar kiranya memohon kepada dewa untuk menurunkan bantuan di dunia dalam waktu sekejap bantuan itu turun dari langit dan menghancurkan pasukan-pasukan La Tenrinyiwiq. 

Sedangkan peran Sawerigading sebagai seorang keturunan dewa ketika Sawerigading menghidupkan pasukan-pasukannya yang mati dalam peperangan, mendatangkan dan memberhentikan bencana yang dibuat oleh alam dan dapat berbicara kepada binatang-binatang.

Peran Sawerigading sebagai pangeran terlihat ketika tahluknya para pengawal dan pasukannya dalam perintahnya, dialah penentu kebijakan diatas kapal yang dikendarainya untuk mencari Negeri China (Tiongkok). Namun dia memerintah dan menjalankan tradisi kekuasaan yang diwarisi oleh leluhurnya.

Meskipun demikian Sawerigading bukannya seorang pangeran yang otoriter, segala sesuatu yang berhubungan dengan operasinalisasi kekuasaan dan pelaksanaan kerajaan dilimpahkan kepada para pembantu-pembantuhnya. Sawerigading juga adalah seorang nakhoda atau komodor yang besar dan tak tertandingi, perahunya besar dan banyak perahu-perahu kecil yang mengiringinya, ditambah pasukannya yang ribuan jumlahnya, sebagai bukti akan kekuasaannya. 

Tujuh kali pasukan Sawerigading berperang dalam pencarian Negeri China (Tiongkok), enam pimpinan musuhnya semua mati dan kepalanya digantung diperahu Sawerigading sebagai tanda keperkasaannya menumpas musuh-musuhnya.
Luar biasa!

_ed AHP

Komentar