POTO BERSAMA DEWAN ADAT 9 (ADA' KASSERA) KERAJAAN LUWU di MASA KOLONIAL BELANDA

Poto dari kanan ke kiri tidak termasuk telanjang dada.


1.Mincara Burau/Malili.
2.Pallempang Walenrang juga Pabbicara Luwu.
3.To Marilaleng Luwu.
4.Balirante Luwu dan juga sebagai Ma'dika Bua.
5.Patunru Luwu dan juga sebagai Sulewatang Wara.
6.Sanggaria Bajo
7.Pallempang Rongkong.
8.Ma'dika Ponrang.
9.Makole Baebunta.

Uraian Singkat  Lembaga Adat Kerajaan Luwu

Mengurai benang merah diantara begitu banyaknya para peneliti dan penikmat budaya Kerajaan Luwu adalah hal-hal yang sangat dirindukan dan selalu dikejar tetapi yang terjadi lain dari apa yang diharapkan. 

Begitu juga kami sebagai penulis berusaha untuk memilah dan memilih serta mencari rangkaian-rangkaian adat istiadat yang telah banyak dilupakan oleh orang-orang Luwu, diantara rangkaian-rangkaian tersebut ada beberapa yang kami dapatkan dari para leluhur dan para nenek moyang kami yang mungkin saja hal ini menjadi tabu untuk diungkapakan di depan publik.

Di zaman modern saat ini mungkin sudah tiba saatnya untuk diungkapkan dengan berbagai alasan yang tak mungkin lagi dielakkan. Kedatuan Luwu (Kerajaan) berdiri telah lama sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ada. 

Dari tiga kerajaan terbesar yang ada di Sulawesi Selatan yaitu; 1. Kerajaan Luwu (Kedatuan Luwu). 2. Kerajaan Bone (Mangkau ri Bone). 3. Kerajaan Gowa (SombaE ri Gowa). 

Kerajaan Luwu lah yang menjadi patokan dan menjadi pilar dari kerajaan Bone dan Gowa, dengan bukti sejarah mengatakan bahwa Kedatuan Luwu memiliki gelar Pajung Ri Luwu, hal ini menandakan bahwa jika anda penikmat dan peneliti budaya di Sulawesi Selatan anda harus datang dulu ke Tanah Luwu. 

Apa dan bagaimana sebenarnya sejarah yang terkandung dalam Kerajaan Luwu? 

Hal ini juga diperkuat oleh dengan adanya beberapa benda-benda atau situs sejarah yang dibawa oleh Pemerintah Kolonial Belanda (Penjajah) pada saat itu, yaitu salah satunya adalah Kitab I La Galigo yang mungkin saja semua orang tahu, dan masih ada selain daripada Kitab tersebut, diantaranya; Selimut Emas (Arajangnge) yang sampai saat ini tidak pernah diungkapkan oleh Pemerintah Belanda baik secara lisan maupun tertulis kepada pemerintah Indonesia umumnya dan kepada rakyat Tanah Luwu khususnya.

Kami yakin bahwa disuatu saat kami akan memberikan bukti dan penjabaran tentang situs-situs yang telah direbut oleh Pemerintah Belanda. 

Kami berharap pada para pembaca untuk menunggu hasil dari pada restu dari para leluhur kami dan nenek moyang kami. saat ini kami telah mengumpulkan bukti yang konkret dan beberapa keterangan-keterangan dari beberapa kerabat Istana Kerajaan Luwu.

Ada beberapa struktur jabatan dalam Kedatuan Luwu:

1. Datu Luwu (Pajung Luwu)
2. Opu Cenning (Wakil Datu)
3. Menteri Menteri.

Opu To MARILALENG menteri Dalam Negeri.
Opu To PATUNRU menteri Keamana dan Pertahanan.
Opu BALIRANTE menteri Luar Negeri.
Opu To PABBICARA menteri Sekretaris. Dan lain lain.

4. Matoa

Matoa Wage
Matoa Cendrana
Matoa Anre Guru Anattoriolong.
Dan lain lain.

5. Kepala Wilayah

Makole Baebunta
Maddika Bua
Maddika Ponrang.
Dan Lain lain.

Dan masih banyak lembaga lainnya setara menteri menteri.

Keterangan Struktur Jabatan di Kedatuan Luwu:

Datu luwu adalah simbol tertinggi di kerajaan Kedatuan Luwu tetapi ada yang lebih tinggi setelah Datu yaitu Pajung karena datu belum tentu menjdi seorang Pajung tetapi Pajung secara simbolik akan menjadi seorang Datu. 

Prosesi adat di kerajaan Luwu sangat sakral dimana seorang datu adalah berasal dari anak atau kerabat datu yang sewaktu waktu menggantikan posisi datu. Setelah datu mangkat atau mengundurkan diri maka ada proses dari lembaga adat yang berdiskusi dan merumuskannya dan diumumkan sebelum datu dikebumikan atau resmi mengundurkan diri. 

Lemba Adat 9 (ade' asera) yang akan mengambil kekuasaan selama proses diskusi dan merumuskan calon pengganti Datu Luwu. 

Setelah diumumkan Datu yang baru maka Datu yang mangkat dibawa kepemakaman para raja-raja yang disebut sebagai LokkoE'.

Setelah prosesi pemakaman Datu dilaksanakan maka calon Datu yang baru akan melaksanakan proses pengangkatan Datu yang baru dengan dirangkaikan dengan mengundang para pemangku adat se-kedatuan Luwu diantaranya adalah, Pangngulu' Kada, Tomakaka, Arung Larompong, Jannang Suli, Jannang Cilallang, Parengnge, Macoa Bawalipu, Latte Padang Rongkong, Arung Malili, to Bara, dan perangkat adat lainnya. 

Proses pengangkatan Datu yang baru wajib dihadiri oleh seluruh perangkat adat kedatuan Luwu dan disaksikan seluruh lapisan masyarakat tanah Luwu. 

Masa-masa menjabat seorang Datu akan nampak dari kesejahteraan rakyatnya baik segi ekonomi, budaya, hukum, politik dan keamanan, maka rakyat menyampaikan kepada perangkat adat diwilayah masing-masing bahwa Datu layak untuk dikukuhkan sebagai Pajung Luwu. Proses Pajung Luwu tidak mudah begitu saja tetapi melalui proes adat yang harus jalankan oleh seorang Datu yaitu Datu harus meninggalkan Istana selama 3 (tiga) hari berturut-turut tanpa membawa kemewahan dan fasilitas dari istana dengan membawa pakaian seperti rakyatnya dan alat masak ala kadarnya dan berbantalkan juga ala kadarnya. Berkeliling di tanah Lwu seorang diri mencari makan sendiri, memasak sendiri dengan maksud dan tujuan bahwa seorang Pajung Luwu harus merasakan penderitan rakyatnya. 

Dan setelah melewati selama 3 (hari) berturut turut maka barulah diadakan proses adat untuk pengangkatan sebagai seorang Pajung Luwu.

Opu Cenning adalah yang boleh dikatakan sebagai pengganti (wakil dari Datu) jika Datu berhalangan hadir pada acara-acara adat, menjamu tamu kerajaan baik dari dalam kedatuan Luwu maupun diluar kedatuan luwu.

Opu cenning juga merupakan simbol yang tidak bisa dilupakan karena peranannya tidak sedikit dalam menghadiri setiap kegiatan kedatuan Luwu. Opu Cenning dipilih dari salah satu kerabat Datu yang lebih cakap dalam melihat suatu persoalan kedatuan dan seantero persoalan adat murni Tanah Luwu.

Opu To Marilaleng atau biasa juga disebut sebagai menteri dalam negeri sangat besar peranannya dalam mengatur roda kerajaan Luwu. Dimana setiap permasalahan adat yang atau ada titah dari Datu Luwu yang akan disampaikan kepada setiap perangkat adat Luwu maka Opu To Marilaleng memanggil Opu Patunru, Opu Balirante dan Opu  Pabbicara' untuk membahas persoalan kedatuan di masa sekarang maupun dimasa yang akan datang dengan pertimbangan dimasa yang lalu. Salah satu contoh yang pernah terjadi dikedatuan Luwu adalah menetapkan batas-batas wilayah setiap perangkat adat Luwu sehingga tidak terjadi pengaturan yang salah sasaran karena di Tanah Luwu ada 9 bahasa yang diatur oleh masing-masing perangkat adatnya agar rakyatnya tidak kebingungan dalam menetapkan aturan yang akan dijalankan. 

Opu To Marilaleng juga berfungsi untuk mengingatkan kepada Datu akan kebijakan-kebijakan yang akan diputuskan dan orang yang menduduki jabatan Opu To Marilaleng adalah dari saudara kandung atau yang paling jauh adalah saudara sepupu Datu. 

Struktur jabatan ini sering kali menjadi perdebatan sengit dan menjadi tolak ukur apa dan bagaimana Kedatuan Luwu dapat eksis dan survive sampai sekarang ini. Untuk itu kami sebagai penulis mencoba untuk merangkai sejarah melalui struktur yang telah ada sejak dulu kala sampai sekarang ini.

_ed, AHP

Komentar