MENGENAL MACOA BAWALIPU WOTU, TANAH LUWU

Dalam sejarah, suku Pamona yang tinggal di gunung yang jauh dari pusat pemerintahan, dari dataran Salu Moge turun mendekati pusat pemerintahan di sekitar Mangkutana, yang menjadi pusat pemerintahan adat setelah ditaklukkan oleh Macoa Bawalipu pada saat itu. 

Kerajaan Luwu apabila memiliki keperluan di Pamona akan mengurusnya melalui Wotu, dan sebaliknya jika Pamona memiliki keperluan akan mengurusnya melalui Wotu. Dalam hal ini, semuanya sederajat dan saling menyokong.

Bau Muh Aras Abdi To Baji Pua Sinri sebagai Macoa Bawalipu LXI
 (tengah diapit)

Prosesi adat di Kerajaan Luwu tidak dapat dinyatakan sah jika tidak "pamit" (meminta izin) kepada Macoa Bawalipu sebagai pemimpin adat tertinggi di Wotu untuk pengambilan air dan pembangunan istana, serta harus meminta izin jika ingin duduk sejajar dengan Datu.

Pengertian dan Sistim Pemerintahan keMacoaan Bawalipu

Macoa Bawalipu (bahasa Indonesia: Kausaprima Bumi/Yang dituakan di bumi) atau sering ditulis menjadi Macoa Bawa Lipu, adalah sebuah gelar yang diberikan kepada pimpinan pemangku adat di Wotu, Tanah Luwu. Macoa sendiri bermakna pemimpin. Dalam menjalankan pemerintahan adat, Macoa Bawalipu dibantu oleh dua orang Paramata, yakni Paramata Laiwonu dan Paramata Rompo.

Dalam sistem Pemerintahan Adat Wotu kita mengenal dengan nama Ada Sapulo Pitu atau Adat 17.
Adat 17 ini dipimpin oleh seorang Macoa dan dikenal dengan nama Macoa Bawalipu. 
Adat 17 ini sudah ada jauh sebelum terbentuknya Sistem Pemerintahan Adat Luwu yang kita kenal sekarang dengan Adat 12 dimana sebelumnya Adat 9 .

Ketika awal Kerajaan Luwu berpusat di sekitar USSU (Wotu lama) atau lebih dikenal dengan WARA (Pusat pemerintahan Luwu) yang Pertama. Jadi di tempat yang sama berlaku dua sistem pemerintahan adat yaitu Sistem Pemerintahan Adat 17 untuk pemerintahan adat Wotu, dan sistem Pemerintahan adat Kerajaan Luwu, kedua sistem pemerintahan itu berjalan beriringan, pemerintahan Hadat Wotu yg dipimpin oleh seorang Macoa tetap berjalan sendiri, sementara pemerintahan Hadat Kerajaan Luwu yang dipimpin oleh seorang Datu juga berjalan sendiri diri.

Sampai pada saat ini, sistem pemerintahan Hadat Wotu tetap berjalan dan masih berpusat di Wotu (Wotu Baru) sementara pemerintahan Hadat Luwu sekarang berpusat di Wara ke lima yaitu di Palopo. Kedua sistem adat tetap berjalan beriringan dan saling menghormati satu dengan yang lain seperti dulu.

Sebagaimana kita ketahui diatas bahwa sistem pemerintahan adat 17 itu jauh lebih tua dari sistem pemerintahan Adat Luwu, maka sejak dulu ratusan tahun yang lalu sampai dengan sekarang Macoa Bawalipu menyapa kepada Datu Luwu dengan sapaan Anriu Opu Datu (Adindaku Opu Datu) sementara Opu Datu menyapah Macoa dengan Kanda atau Kaka atau aka, dan itulah sebabnya oleh masyarakat adat Wotu sangat melarang pernikahan antara orang Wotu dan bangsawan Luwu karena oleh adat dianggap telah mempersunting adiknya sendiri dan ini dilarang keras, itulah sebabnya orang Wotu tidak punya gelar bangsawan, dan siapa yg melanggar ini dihukum berat dengan hukuman adat yaitu IPOPALE POSUNA (tidak boleh menerima warisan adat.

Macoa di Era Digital (Nawawi Sang Kilat III)

Kembali kepada sistem pemerintahan adat Wotu yg dipimpin oleh seorang Macoa, beberapa waktu yg lalu Macoa Bawalipu mangkat, maka sudah pasti harus diisi oleh penggantinya.Maka diadakan pertemuan untuk pengisian jabatan Macoa .Saat pertemuan saya di telpon dari Wotu dari tempat pertemuan, saya tanyakan siapa yg pimpin pertemuan itu, mereka bilang ada Pak Camat, saya menyatakan kepada mereka rapat itu tidak boleh dipimpin oleh pak Camat dan pak Camat tidak berwewenang, tetapi tugas pak Camat hanya sebatas memfasilitasi, ternyata saran saya ini diterima dgn baik, sehingga pertemuan pada saat itu belum dapat mengisi jabatan yang lowong yaitu Macoa baru.Pertemuan menjadi persiapan pembentukan pengisian jabatan Macoa dan dipimpin oleh Dinda Ayub dan Dinda Moh.Nur....adik2saya ini menyampaikan kepada saya kita persiapkan dengan baik,termasuk bagaimana kita menjabarkan tupoksi tentang sistem pemerintahan adat, saya sangat setuju dan kalau perlu kita dahului dengan seminar adat, mereka setuju, saya sampaikan kepada mereka kita inginkan seorang Macoa itu seperti Opu Datu saat ini, Merakyat dan Intelektual, jangan Macoa yang hanya seperti pajangan, minimal bisa dan mengenal media sosial agar dapat berinteraksi dengan masyarakat meskipun hanya melalui perangkat lunak atau smartphone.

TULISAN SINGKAT INI SEMOGA PUNYA ARTI.
PALU.29 JUNI 2017. NSK

Komentar