Ritual Adat Kerajaan Luwu "Mappacokkong Ri Baruga"

Mappacokkong Ri Baruga adalah tradisi turun temurun masyarakat di wilayah Kedatuan Luwu. Tradisi ini hanya dilakukan oleh raja-raja Luwu saat mereka akan membangun sebuah Baruga atau pendopo agung.

Makam La Pati Ware/Pati Arase Opu Daeng Parabung 
Petta Matinroe Malangke Pajung/Datu Luwu XVI


Mappacokkong Ri Baruga adalah sebuah prosesi memasuki Baruga oleh Datu Luwu. Ritual ini diawali dengan pengambilan air suci Pisimeuni di Sungai Cerekang. Dalam konsep pemikiran tradisional Luwu, di Sungai Cerekang inilah Batara Guru pertama kali menjejakkan kakinya di bumi atau Latoge Langi`. Maka, air suci Pisimeuni menjadi syarat mutlak yang tak boleh diabaikan dalam setiap prosesi besar di Kedatuan Luwu. Pengambilan air suci harus melalui ritual yang hanya boleh dilakukan oleh para pendamping Puak Cerekang. Bahkan, Puak Cerekang yang dianggap sebagai pemimpin spiritual tak diperkenankan mengambilnya.

Sebelum dibawa ke Malangke atau tempat Baruga berdiri, air suci harus disinggahkan di Wotu. Di sini Puak Macoa Bawalipu harus menguji keaslian air suci. Legalah hati rombongan utusan Datu Luwu begitu Puak Macua Bawalipu menyatakan air itu adalah air suci dari Cerekang. Sebelumnya, sejumlah Bissu menari dengan disertai unjuk kebolehan ilmu kebal yang dimilikinya, yakni menusukkan badik ke bagian tubuhnya.
Dalam prosesi ritual Mappacokkong Ri Baruga, Datu harus mengikuti sejumlah aturan adat. Antara lain mengikuti sekelompok perempuan sepuh yang disebut Maradika untuk berziarah ke makam Dato' Pattimang dan makam La Pattiware Opu Daeng Parabung. Dato' Pattimang atau Dato' Sulaiman adalah penyebar agama Islam di Sulsel. Sedangkan La Pattiware Opu Daeng Parabung adalah Datu Luwu XVII merupakan sosok penganut pertama agama Islam di Sulawesi.

Setelah melalui serangkaian prosesi pembuka, puncak Mappacokkong Ri Baruga tiba. Sang Datu membuka jalannya prosesi dengan melakukan Ri Pattudu. Prosesi ini adalah berkeliling sebanyak tiga kali dan menginjak sebuah periuk tanah sebagai simbol keteguhan hatinya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin adat.

Ketika air suci sungai Cerekang dipercikkan ke tubuh Datu Luwu, sempurnalah Mappacokkong Ri Baruga. Secara adat, Baruga atau pendopo agung sudah boleh digunakan untuk berbagai kegiatan. Dan, untuk melengkapi prosesi ini, Sang Datu menggelar Manre Saperra atau makan bersama. Di atas kain putih yang dibentangkan sepanjang satu kilometer, seluruh warga menikmati berbagai makanan yang disediakan Sang Datu. Beberapa warga ikut berpartisipasi dengan membawa makanan untuk saling ditukarkan.

</>

Komentar